Sabtu, 28 April 2012

minyak atsiri


Merebus Daun, Jadilah Uang

TPK Desa Prangkokan


Sekali rebus dalam sehari menghasilkan  7 kg minyak atsiri yang harga jual per kilogramnya mencapai 70 ribu-100 ribu rupiah, wal hasil laba kotor dalam sehari 500 hingga 700 ribu rupiah.

Hal itulah yang mendorong Slamet (32), untuk serius njegur dalam usaha penyulingan minyak daun cengkih. Meski baru berjalan 7 bulan namun ia sudah mantap betul bahwa usahanya ini sangat menjanjikan, setiap hari tak kurang dari 700 kg daun cengkih direbus di dalam dandang besar berdiameter 1,8 m dan tinggi 2,5 m ini. Sekali produksi memakan waktu hingga 8 jam, dengan 2 karyawan yang setiap saat mengontrol api yang harus selalu besar selama 8 jam tersebut. Adapun bahan bakar yang Slamet gunakan adalah ban bekas dan daun-daun cengkih sisa produksi yang sudah kering, seperti ketika Suara Mandiri berkunjung ke tempatnya, salah satu karyawan sedang njemur daun sisa olahan, yang nantinya digunakan untuk bahan bakar bila sudah kering betul.

Bahan baku daun cengkih biasa diperoleh dari pengepul dengan harga 350 rupiah per kilo. Sementara upah borongan untuk sekali produksi sebesar 80 ribu rupiah. Nah, berdasarkan itung-itungan kasat mata dalam sekali produksi, antara laba kotor dikurangi dengan biaya pembelian bahan plus  upah tenaga borong, maka, Rp.500.000 - ((350x700kg)+80.000) = Rp.175.000. Dengan asumsi dalam satu bulan 25 hari produksi, maka jelas, uang Rp.4.375.000 dikantongi Slamet.

Menurut penuturan Slamet, usaha ini akan lebih menghasilkan manakala musim kemarau tiba,  “pada musim kemarau daun cengkih jadi lebih mentes, yang menyebabkan rendemennya naik  yakni jadi 2%, yang artinya tiap 700kg daun yang diproses akan menghasilkan 14kg minyak murni,  tidak hanya itu mas, ketika musim kemarau, seperti yang sudah-sudah, harga jualnya pun juga naik, bisa tembus 150 ribu per kilo,”.

Ketika ditanya mengenai modal awal yang diinfestasikan, laki-laki yang menjabat sebagai TPK sejak th 2009 ini membeberkan, bahwa untuk pembelian 1 unit dandang besar tersebut di atas ia merogoh kocek sebesar 23 juta, untuk pipa-pipa kisaran 3 juta dan untuk biaya membangun tempat produksi sekaligus modal berjalan ia rela menambah 20 jutaan lagi.

Mengakhiri obrolan, Slamet berpesan “ Bagi siapa saja yang sekedar ingin tahu atau mau belajar, saya insya Allah tidak akan pelit ilmu sebatas yang saya tahu, silakan saja untuk datang langsung di lokasi, di dusun Larangan, desa Laranganluwok, Kecamatan Bejen”. [ʒoψo]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar