Merebus
Daun, Jadilah Uang
TPK Desa Prangkokan
Sekali rebus
dalam sehari menghasilkan 7 kg minyak atsiri
yang harga jual per kilogramnya mencapai 70 ribu-100 ribu rupiah, wal hasil
laba kotor dalam sehari 500 hingga 700 ribu rupiah.
Hal itulah yang mendorong Slamet (32), untuk
serius njegur dalam usaha penyulingan minyak daun cengkih. Meski baru berjalan
7 bulan namun ia sudah mantap betul bahwa usahanya ini sangat menjanjikan,
setiap hari tak kurang dari 700 kg daun cengkih direbus di dalam dandang besar
berdiameter 1,8 m dan tinggi 2,5 m ini. Sekali produksi memakan waktu hingga 8
jam, dengan 2 karyawan yang setiap saat mengontrol api yang harus selalu besar
selama 8 jam tersebut. Adapun bahan bakar yang Slamet gunakan adalah ban bekas
dan daun-daun cengkih sisa produksi yang sudah kering, seperti ketika Suara
Mandiri berkunjung ke tempatnya, salah satu karyawan sedang njemur daun
sisa olahan, yang nantinya digunakan untuk bahan bakar bila sudah kering betul.
Bahan baku daun
cengkih biasa diperoleh dari pengepul dengan harga 350 rupiah per kilo.
Sementara upah borongan untuk sekali produksi sebesar 80 ribu rupiah. Nah, berdasarkan
itung-itungan kasat mata dalam sekali produksi, antara laba kotor
dikurangi dengan biaya pembelian bahan plus upah tenaga borong, maka, Rp.500.000 -
((350x700kg)+80.000) = Rp.175.000. Dengan asumsi dalam satu bulan 25 hari
produksi, maka jelas, uang Rp.4.375.000 dikantongi Slamet.
Menurut
penuturan Slamet, usaha ini akan lebih menghasilkan manakala musim kemarau tiba, “pada musim kemarau daun cengkih jadi lebih mentes,
yang menyebabkan rendemennya naik
yakni jadi 2%, yang artinya tiap 700kg daun yang diproses akan
menghasilkan 14kg minyak murni, tidak
hanya itu mas, ketika musim kemarau, seperti yang sudah-sudah, harga jualnya
pun juga naik, bisa tembus 150 ribu per kilo,”.
Ketika ditanya
mengenai modal awal yang diinfestasikan, laki-laki yang menjabat sebagai TPK
sejak th 2009 ini membeberkan, bahwa untuk pembelian 1 unit dandang besar
tersebut di atas ia merogoh kocek sebesar 23 juta, untuk pipa-pipa kisaran 3
juta dan untuk biaya membangun tempat produksi sekaligus modal berjalan ia rela
menambah 20 jutaan lagi.
Mengakhiri obrolan,
Slamet berpesan “ Bagi siapa saja yang sekedar ingin tahu atau mau belajar,
saya insya Allah tidak akan pelit ilmu sebatas yang saya tahu, silakan saja
untuk datang langsung di lokasi, di dusun Larangan, desa Laranganluwok,
Kecamatan Bejen”. [ʒoψo]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar